Oleh : Ridwan, SKM,. MPH. (Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Jambi)
30 tahun menjadi organisasi bukanlah waktu yang singkat, patut bersyukur bahwa dengan usia selama itu PPPKMI masih dapat hadir untuk membantu dalam peningkatan kesehatan di Indonesia. Inpres nomor 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS) menjadi momentum yang tepat dalam meningkatkan partisipasi PPPKMI memainkan peran dalam rangka mempercepat dan mensinergikan tindakan dari upaya promotif dan preventif hidup sehat guna meningkatkan produktivitas penduduk dan menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan akibat penyakit. Pada saat ini upaya-upaya terus dilakukan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Perkembangan media di daerah yang dilakukan jajaran kesehatan sudah menunjukan trends yang baik dengan jumlah anggaran yag memadai, sehingga media dapat disampaikan pada semua media, baik media cetak maupun elektronik, dengan pesan yang sama. Sungguh perkembangan yang sangat menggembirakan. Upaya advokasi ke Gubernur, Bupati/ Walikota dengan Germas menjadi warna baru dalam meningkatkan peran stakeholder di bidang kesehatan.
Data Riskesdas 2013, secara nasional angka konsumsi buah dan sayur baru mencapai 10,7 %, aktivitas fisik 52,8%, cuci tangan dengan benar 47,2% dan ASI eksklusif 38%. Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga sudah masuk tahap pendataan keluarga yang dilakukan sebahagian Puskesmas pada tahun 2017. Setelah dilakukan pendataan tentunya akan sangat menarik sekali karena dalam satu wilayah akan terlihat permasalahan kesehatan dengan 12 indikator keluarga sehat. Tingkat RT, kelurahan/desa sampai ke tingkat nasional. Beberapa permasalahan indikator tersebut tentunya berhubungan dengan upaya promotif misalnya merokok, aktivitas fisik, makan buah dan sayur, ASI eksklusif dan KB. Pertanyaannya, setelah hal–hal tersebut dilakukan siapakah yang akan mengerjakan di akar rumput ? Menjadi pengalaman menarik pada program-progam terdahulu, misalnya Desa Siaga Aktif, dengan konsep yang sangat baik dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Ketika kegiatan sosialisasi masuk ke dalam tahap implementasi, menjadi suatu kendala siapa yang dapat mengerjakan untuk kelangsungan program tersebut. Pelatihan-pelatihan sudah dilaksanakan dari fasilitator provinsi sampai ke desa. Namun siapakah yang dapat mendampingi perjalanan program ini. Inilah saatnya hadir tenaga promosi kesehatan di tingkat Puskesmas. Tenaga dengan kompetensi yang mampu dalam upaya penggerakan, perencanaan program dan pembiayaan promosi kesehatan. Tenaga promosi yang di maksud bukan hanya tenaga yang pernah dilatih karena jika ini dilakukan, maka terjadi permasalahan baru, SDM tersebut pindah atau kurangnya pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan karena ada beban ganda/ profesi ganda yang mereka kerjakan, sehingga tidak fokus dan pada akhirnya mengalami kegagalan pada program promosi kesehatan. Hal ini akan terlihat bahwa peran promosi kesehatan di level Dinas Kesehatan dan Puskesmas akan mengalami pelemahan-pelemahan dan pada akhirnya ketidakpercayaan terhadap program promotif dan preventif.
Kemampuan SDM promosi kesehatan di tingkat Puskesmas perlu menjadi perhatian dari jumlah yang memiliki jabatan fungsional maupun pendidikan yang dimilikinya. Hasil penelitian (Ridwan, 2016) menunjukkan bahwa kompetensi promosi kesehatan yang di butuhkan yaitu kemampuan advokasi, kemampuan pembuatan media, perencanaan program promkes dan pembiayaan program promkes. Menjadi bukti, bahwa perencanaan anggaran BOK yang ada di Puskemas sebagian besar berbunyi penyuluhan. Misal penyuluhan KIA, gizi dan sebagainya, hal ini tentunya tidak menimbulkan daya ungkit yang kuat dalam penguatan pada masyarakat untuk hidup sehat dengan arus informasi pada saat ini. PPPKMI sebagai organisasi yang bergerak dalam promosi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam menyiapkan SDM yang handal dan mampu untuk dapat mengimplementasikan progam-program Kementerian Kesehatan yang bersifat promotif. Pada level sarjana, PPPKMI harus dapat mempengaruhi muatan kurikulum pada peminatan promosi kesehatan, sehingga seluruh Indonesia mempunyai kemampuan, pandangan, kompetensi yang sama terhadap SDM tersebut yang selama ini masih perlu mendapat perhatian karena belum terstandardisasinya kompetensi utama sebagai tenaga promosi kesehatan. Begitu juga terhadap program pendidikan vokasi, harus memiliki standar yang cukup sebagai tenaga promotor kesehatan dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi di lapangan.
Pada akhirnya selamat ulang tahun 3 dasawarsa PPPKMI, semoga dapat terus berperan aktif dalam pembangunan kesehatan, khususnya dalam upaya promotif.